Pembatalan Perjanjian Secara Sepihak merupakan Perbuatan Melawan Hukum

Pembatalan Perjanjian Secara Sepihak merupakan Perbuatan Melawan Hukum

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) pasal 1313, dijelaskan bahwa perjanjian adalah “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Sedangkan menurut Prof. Subekti, “Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.

Seperti yang kita ketahui bahwa perjanjian itu tetap sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1338 KUHPerdata Sedangkan pada ayat (2) menyebutkan bahwa: “persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan – alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu”.

Syarat batal sendiri diatur dalam Pasal 1266 KUH Perdata, yang berbunyi: 

  • Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal balik, andaikata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada Pengadilan. 
  • Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam persetujuan. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, maka Hakim dengan melihat keadaan, atas permintaan tergugat, leluasa memberikan suatu jangka waktu untuk memenuhi kewajiban, tetapi jangka waktu itu tidak boleh lebih dan satu bulan.

Sehingga, pada dasarnya, pembatalan perjanjian, baik perjanjian tertulis maupun lisan, harus dimintakan ke pengadilan. hal ini dimaksudkan agar nantinya tidak ada para pihak yang dapat membatalkan perjanjian sepihak dengan alasan salah satu pihak lainnya tersebut tidak melaksanakan kewajibannya.

Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung Tahun 2018 yang di terbitkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia, gugatan yang diajukan terhadap pihak yang telah membatalkan perjanjian secara sepihak di kategorikan sebagai Gugatan Perbuatan Melawan Hukum.

Mahkamah Agung berpendapat dalam putusan nomor 1051 K/Pdt/2014 tanggal 12 November 2014: “  Bahwa perbuatan Tergugat/ Pemohon Kasasi yang telah membatalkan perjanjian yang dibuatnya dengan Penggugat/ Termohon Kasasi secara sepihak tersebut dikualifisir sebagai perbuatan melawan hukum karena bertentangan dengan Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepekatan kedua belah pihak”.

Pada putusan Peninjauan Kembali nomor 580 PK/Pdt/2015, Mahkamah Agung menegaskan dalam pertimbangannya: “ Bahwa penghentian Perjanjian Kerjasama secara sepihak tersebut merupakan perbuatan melawan hukum, oleh karena itu Tergugat harus membayar kerugian yang dialami Tergugat.

Mahkamah Agung mempertegas sikap hukum nya dalam putusan nomor 28 K/Pdt/2016 tanggal 17 November 2016, dengan berpendapat “ Bahwa sesuai fakta persidangan terbukti Penggugat adalah pelaksana proyek sesuai dengan Surat Perintah Mulai Kerja yang diterbitkan oleh Tergugat I, proyek mana dihentikan secara sepihak oleh Para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum”.

Lihat juga Tentang Perjanjian Baku