Perbuatan Tidak Menyenangkan dalam Putusan Mahkamah Agung No. 529K/PID/1984

Perbuatan Tidak Menyenangkan dalam Putusan Mahkamah Agung No. 529K/PID/1984

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin

Kaidah Hukum dalam putusan No. 592K/PID/1984 tentang Pencurian dan Perbuatan Tidak Menyenangkan: Putusan ini menegaskan bahwa Tidak terbukti adanya unsur “dengan maksud untuk memiliki dengan melawan hukum” dalam perbuatan pencurian yang didakwakan kepada Terdakwa; demikian pula, tidak terbukti adanya unsur “melawan hukum” dalam perbuatan tidak menyenangkan yang didakwakan kepada Terdakwa. Oleh karena itu, Terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan-dakwaan.

Pasal 335 KUHP mengatur tentang perbuatan memaksa orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, selengkapnya berbunyi:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:

  1. Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain;
  2. Barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.

(2) Dalam hal sebagaimana dirumuskan dalam butir 2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena.

Namun, Mahkamah Konstitusi (“MK”) melalui Putusan Nomor 1/PUU-XI/2013 menyatakan bahwa frasa, “sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” dalam pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Maka dari itu, rumusan Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP yang tadinya mengatur tentang perbuatan tidak menyenangkan menjadi berbunyi:

Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.

Sehingga, unsur perbuatan tidak menyenangkan tidak lagi berlaku untuk Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP, dan pasal tersebut tidak lagi bisa disebut pasal perbuatan tidak menyenangkan.

Dalam pasal 335 KUHP, perbuatan tidak menyenangkan adalah unsur, dan bukan merupakan suatu akibat dari perbuatan tersangka atau terdakwa yang dapat mengakibatkan keadaan yang tidak menyenangkan. Perubahan dalam pasal 335 KUHP ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum seperti yang tercantum dalam UUD 1945 khususnya pasal 28 D sehingga penyidik dan penuntut umum sebagai garda depan penegak hukum bisa lebih objektif dalam menerapkan pasal 335 KUHP tersebut. (Vide JPR, FITLAW, 2009, Penerapan Pasal 335 KUHP (online), http://kejaribanyumas.blogspot.com/, (20 Juli 2014))

Syarat penahanan objektif memiliki ukuran yang secara tegas diatur dalam undang-undang. Pengaturan terkait Syarat Objektif dapat ditemukan dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP, yang mengatur bahwa penahanan hanya bisa diberlakukan kepada tersangka maupun terdakwa yang melakukan tindak pidana dan/atau percobaan tindak pidana, serta pemberian bantuan dalam hal:

  1. Tindak pidana yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau lebih; atau
  2. Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 KUHAP, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie, Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi, Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotik.

Dengan menghilangkan frasa “perbuatan tidak menyenangkan” yang terdapat pada Pasal 335 KUHP, tidaklah di hapuskan sepenuhnya oleh Mahkamah Konstitusi. Tetapi berubah menjadi perbuatan lain yang menjadikan tidak menyenangkan. Sehingga, jika ada perkara yang berkaitan dengan frasa yang tidak jelas atau mengambang, haruslah dibuktikan terlebih duhulu. Selain itu, perbuatan tersebut harus memenuhi unsur kekerasan dan ancaman kekerasan. Kalau tidak ada unsur kekerasan dan ancaman kekerasan, maka delik tidak bisa diteruskan. Sebaliknya, jika ada unsur kekerasan atau ancaman kekerasan, maka delik dapat diteruskan.